Rabu, 26 Juni 2013 - 0 komentar

abnormalitas berkaitan dengan

Farah Fajriatun Nikmah
2PA08
12511693


Kaitan abnormalitas dengan :

  • Konsep Motivasi 

            Motivasi suatu istilah yang menunjukkan ke kekuatan yang mendorong dan mengarahkan keberhasilan perilaku yang tetap kearah tujan tertentu. Dalam salah satu hal kaitan abnormalitas motivasi mempunyai arti kata negatif sebagagi contoh : motivasi agresi hampir semua akan setuju bahwa agresi adalah salah satu motif dimana kita harus tahu lebih banyak. Kita menyerang, melukai, dan kadang saling membunuh; kita agresif secara verbal untuk menyakiti atau berusaha menghancurkan reputasi orang lain, dan prang dampaknya selalu terjadi dimana saja—(Montagu dalam Morgan dkk. 1986).


Suatukonsep yang mirip dengan effectance motivation adalah motivasi intrinsik, dijelaskan sebagai suatu kebutuhan seseorang untuk merasa mampu dan self-determining dalam menghadapi lingkungannya (Deci dalam Morgan dkk. 1986).

            Klinisi memeriksa dalam cakupan area yang luas dengan meminta klien untuk mendiskusikan seberapa besar ia menginginkan perubahan kepribadian atau penanganan tekanan emosional. Dengan beberapa gangguan psikologis, motivasi seorang klien cenderung mengalami penurunan sampai pada taraf ketika ia tidak dapat melakukan tugas-tugas kehidupan dasar sebagai akibat dari proses terapi yang memakan waktu dan tenaga. Beberapa individu secara mengejutkan lebih memilih untuk berada pada kondisi lama mereka yang tidak bahagia daripada mengambil risiko yang tidak pasti dalam menghadapi seperangkat tantangan baru.

  • Stress
            Pengalaman traumatis (traumatic experience) adalah peristiwa yang mendatangkan bencana atau peristiwa yang menyakitkan yang menimbulkan efek psikologis  dan fisiologis yang berat. Peristiwa traumatis mencakup tragedi personal, seperti berada dalam kecelakaan yang serius, menjadi korban kekerasan, atau mengalami peristiwa bencana yang mengancam hidup. Peristiwa normatis dapat terjadi dalam skala yang besar dan dengan segera dapat memengaruhi seseorang; misalnya kebakaran, gempa bumi, kerusuhan, dan perang.
            Beberapa orang kemudian mengembangkan gangguan stres akut (acute disorder) setelah mengalami peristiwa traumatis. Pada kondisi ini, individu mengembangkan perasaan takutnya yang kuat, tidak berdaya, atau kengerian.  Simtom disosiatif mungkin saja muncul, seperti merasa mati rasa, merasa peristiwa tersebut tidak nyata, atau impersonal dan mengalami amnesia dari peristiwa yang telah terjadi. Individu tersebut terus mengalami kembali peristiwa ini dalam gambaran, pikiran, mimpi mereka, serta mengalami kilas balik mengenai peristiwa tersebut.  Mereka dapat melakukan sesuatu yang ekstrem sebagai usaha untuk menghindari dari segala sesuatu yang dapat mengingatkan mereka terhadap peristiwa yang mengerikan tersebut, baik tempat, orang, aktivitas, atau bahkan pikiran, perasaan, atupun percakapan karena dapat menimbulkan stres yang kuat atau perasaan mengalami kembali trauma tersebut. 

            Sering kali merasakan kecemasan yang kuat, mereka merasa kesulitan untuk tidur atau berkonsentrasi. Mereka mudah marah dan sangat waspada, mungkin juga mudah terganggu dengan suara atau gangguan kecil.

            Disamping sifat dasar dari simtom gangguan stres akut, sebagian besar orang dapat dengan mudah kembali berfungsi secara normal dalam hitungan hari atau minggu. Akan tetapi, tidak bagi sebagian lain. Mereka kemudian mengembangkan gangguan stres pasca trauma (post traumatic  stress disorder – PTSD), diagnosis yang diberikan jika simtom tetap ada selama lebih dari satu bulan.


  • Gender
            Dalam kaitan abnormalitas dengan gender memang berperan penting dalam beberapa hal gangguan perilaku. Pria dan wanita mempunyai tingkat kecemasan, emosi, perasaan berbeda dalam faktor internalnya. Disisi lain dalam hal eksternalnya seperti peranan, aktivitas, lingkungan, sosial maupun pengaruh dari luar. 

            Disini akan mengambil contoh : bunuh diri, dalam kondisi kejiwaan bunuh diri merupakan hal diluar dari perilaku normal. Bunuh diri terjadi bagi beberapa orang, depresi sangatlah menyakitkan, sehingga mereka terus memikirkan ide untuk melarikan diri dari siksaan yang mewarnai keseharian mereka. Orang yang sudah berada pada titik ini merasa bahwa mereka kekurangan sumber daya untuk menanggulangi permasalahan mereka. Tidak semua perilaku bunuh diri merupakan panggilan meminta bantuan pada individu yang meyakini bahwa satu-satunya cara mereka dapat memperoleh pertolongan orang lain adalah dengan mengambil tindakan nekat. Bukannya mengambil tindakan tertentu , individu mengkomunikasikan maksud perilaku bunuh diri mereka sejak awal, sehingga mereka dapat diselamatkan. 

            Dalam gangguan perilaku ini (bunuh diri) memegang penting dalam siapakah yang lebih sering atau berpotensi tinggi untuk melakukan bunuh diri? Pria atau wanita? Di Amerika Serikat, sekitar 32.000 orang setiap tahunnya memilih mengakhiri hidup mereka (Minino dkk,2007). Pada umumnya, pria memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk bunuh diri dibanding wanita dengan tingkat rata-rata untuk pria dewasa lima kali leih besar dibanding wanita. Wanita cenderung untuk melakukan usaha bunuh diri,  tetapi mereka tidak melakukan usaha tersebut dengan sepenuhnya seperti pada pria. Pada akhirnya pria lebih sering utnuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan menggunakan senjata dibandingkan wanita. Ketika ras diperhitungkan, pria kulit putih lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan pria bukan kulit putih. 

            Dalam contoh berikutnya masih dalam kaitan gender dengan abnormalitas, khususnya kali ni gangguan perkembangan pervasif dicirikan dengan adanya impairment yang parah pada beberapa area perkembangan (misalnya interaksi sosial atau keterampilan komunikasi) atau adanya perilaku minat, aktivitas ganjil yang ekstrem. Misalnya dalam contoh kondisi pada gangguan Rett (Rett’s disorder) y9ang terjadi hampir hanya pada wanita, anak tumbuh dan berkembang secara normal hingga 5 bulan pertama kehidupannya; tetapi di antara 5 bulan hingga 4 tahun, terjadi beberapa perubahan yang mengindikasikan kemunduran sistem saraf dan kognitif.

sumber :

Halgin P Richard., Whitbourne  Krauss Susan. 2011. Psikologi Abnormal edisi 6, buku2 . Jakarta : Salemba Humanika.

            Halgin P Richard., Whitbourne  Krauss Susan. 2011. Psikologi Abnormal edisi 6, buku1 . Jakarta : Salemba Humanika.

            Riyanti, B.P. Dwi., Hendro, Prabowo.(1998). Psikologi Umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma.