Farah
Fajriatun Nikmah
2PA08
12511693
Kaitan
abnormalitas dengan :
- Konsep Motivasi
Motivasi suatu istilah yang menunjukkan ke kekuatan yang
mendorong dan mengarahkan keberhasilan perilaku yang tetap kearah tujan
tertentu. Dalam salah satu hal kaitan abnormalitas motivasi mempunyai arti kata
negatif sebagagi contoh : motivasi agresi hampir semua akan setuju bahwa agresi
adalah salah satu motif dimana kita harus tahu lebih banyak. Kita menyerang,
melukai, dan kadang saling membunuh; kita agresif secara verbal untuk menyakiti
atau berusaha menghancurkan reputasi orang lain, dan prang dampaknya selalu
terjadi dimana saja—(Montagu dalam Morgan dkk. 1986).
Suatukonsep yang mirip
dengan effectance motivation adalah motivasi intrinsik, dijelaskan sebagai
suatu kebutuhan seseorang untuk merasa mampu dan self-determining dalam menghadapi lingkungannya (Deci dalam Morgan
dkk. 1986).
Klinisi memeriksa dalam cakupan area yang luas dengan
meminta klien untuk mendiskusikan seberapa besar ia menginginkan perubahan
kepribadian atau penanganan tekanan emosional. Dengan beberapa gangguan psikologis,
motivasi seorang klien cenderung mengalami penurunan sampai pada taraf ketika
ia tidak dapat melakukan tugas-tugas kehidupan dasar sebagai akibat dari proses
terapi yang memakan waktu dan tenaga. Beberapa individu secara mengejutkan
lebih memilih untuk berada pada kondisi lama mereka yang tidak bahagia daripada
mengambil risiko yang tidak pasti dalam menghadapi seperangkat tantangan baru.
- Stress
Pengalaman traumatis (traumatic experience) adalah
peristiwa yang mendatangkan bencana atau peristiwa yang menyakitkan yang
menimbulkan efek psikologis dan
fisiologis yang berat. Peristiwa traumatis mencakup tragedi personal, seperti
berada dalam kecelakaan yang serius, menjadi korban kekerasan, atau mengalami
peristiwa bencana yang mengancam hidup. Peristiwa normatis dapat terjadi dalam
skala yang besar dan dengan segera dapat memengaruhi seseorang; misalnya
kebakaran, gempa bumi, kerusuhan, dan perang.
Beberapa orang kemudian mengembangkan gangguan stres akut
(acute disorder) setelah mengalami peristiwa traumatis. Pada kondisi ini,
individu mengembangkan perasaan takutnya yang kuat, tidak berdaya, atau
kengerian. Simtom disosiatif mungkin
saja muncul, seperti merasa mati rasa, merasa peristiwa tersebut tidak nyata,
atau impersonal dan mengalami amnesia dari peristiwa yang telah terjadi.
Individu tersebut terus mengalami kembali peristiwa ini dalam gambaran,
pikiran, mimpi mereka, serta mengalami kilas balik mengenai peristiwa
tersebut. Mereka dapat melakukan sesuatu
yang ekstrem sebagai usaha untuk menghindari dari segala sesuatu yang dapat
mengingatkan mereka terhadap peristiwa yang mengerikan tersebut, baik tempat,
orang, aktivitas, atau bahkan pikiran, perasaan, atupun percakapan karena dapat
menimbulkan stres yang kuat atau perasaan mengalami kembali trauma tersebut.
Sering
kali merasakan kecemasan yang kuat, mereka merasa kesulitan untuk tidur atau
berkonsentrasi. Mereka mudah marah dan sangat waspada, mungkin juga mudah
terganggu dengan suara atau gangguan kecil.
Disamping sifat dasar dari simtom gangguan stres akut,
sebagian besar orang dapat dengan mudah kembali berfungsi secara normal dalam
hitungan hari atau minggu. Akan tetapi, tidak bagi sebagian lain. Mereka
kemudian mengembangkan gangguan stres pasca trauma (post traumatic stress disorder – PTSD), diagnosis yang
diberikan jika simtom tetap ada selama lebih dari satu bulan.
- Gender
Dalam kaitan abnormalitas dengan gender memang berperan
penting dalam beberapa hal gangguan perilaku. Pria dan wanita mempunyai tingkat
kecemasan, emosi, perasaan berbeda dalam faktor internalnya. Disisi lain dalam
hal eksternalnya seperti peranan, aktivitas, lingkungan, sosial maupun pengaruh
dari luar.
Disini akan mengambil contoh : bunuh diri, dalam kondisi
kejiwaan bunuh diri merupakan hal diluar dari perilaku normal. Bunuh diri
terjadi bagi beberapa orang, depresi sangatlah menyakitkan, sehingga mereka
terus memikirkan ide untuk melarikan diri dari siksaan yang mewarnai keseharian
mereka. Orang yang sudah berada pada titik ini merasa bahwa mereka kekurangan
sumber daya untuk menanggulangi permasalahan mereka. Tidak semua perilaku bunuh
diri merupakan panggilan meminta bantuan pada individu yang meyakini bahwa
satu-satunya cara mereka dapat memperoleh pertolongan orang lain adalah dengan
mengambil tindakan nekat. Bukannya mengambil tindakan tertentu , individu
mengkomunikasikan maksud perilaku bunuh diri mereka sejak awal, sehingga mereka
dapat diselamatkan.
Dalam gangguan perilaku ini (bunuh diri) memegang penting
dalam siapakah yang lebih sering atau berpotensi tinggi untuk melakukan bunuh
diri? Pria atau wanita? Di Amerika Serikat, sekitar 32.000 orang setiap
tahunnya memilih mengakhiri hidup mereka (Minino dkk,2007). Pada umumnya, pria
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk bunuh diri dibanding wanita dengan
tingkat rata-rata untuk pria dewasa lima kali leih besar dibanding wanita.
Wanita cenderung untuk melakukan usaha bunuh diri, tetapi mereka tidak melakukan usaha tersebut
dengan sepenuhnya seperti pada pria. Pada akhirnya pria lebih sering utnuk
mengakhiri hidupnya sendiri dengan menggunakan senjata dibandingkan wanita.
Ketika ras diperhitungkan, pria kulit putih lebih sering melakukan bunuh diri
dibandingkan pria bukan kulit putih.
Dalam contoh berikutnya masih dalam kaitan gender dengan
abnormalitas, khususnya kali ni gangguan perkembangan pervasif dicirikan dengan
adanya impairment yang parah pada beberapa area perkembangan (misalnya
interaksi sosial atau keterampilan komunikasi) atau adanya perilaku minat,
aktivitas ganjil yang ekstrem. Misalnya dalam contoh kondisi pada gangguan Rett
(Rett’s disorder) y9ang terjadi
hampir hanya pada wanita, anak tumbuh dan berkembang secara normal hingga 5
bulan pertama kehidupannya; tetapi di antara 5 bulan hingga 4 tahun, terjadi
beberapa perubahan yang mengindikasikan kemunduran sistem saraf dan kognitif.
sumber :
Halgin P Richard.,
Whitbourne Krauss Susan. 2011. Psikologi Abnormal edisi 6, buku2 .
Jakarta : Salemba Humanika.
Halgin P Richard., Whitbourne Krauss Susan. 2011. Psikologi Abnormal edisi 6, buku1 . Jakarta : Salemba Humanika.
Riyanti, B.P. Dwi., Hendro,
Prabowo.(1998). Psikologi Umum 2.
Jakarta : Universitas Gunadarma.
0 komentar:
Posting Komentar